ANALISIS EMITEN SAHAM: Channel Telegram https://t.me/markassaham

Menganalisa secara teknikal terhadap emiten-emiten saham yang listing di Pasar Bursa, diutamakan yang terindeks JII. Menerima Donasi Jasa Analisa.

Donasi dapat dikirimkan ke Rekening sbb:
BRI cab Malang 752201004241534 a.n ARNANDA AJISAPUTRA
BCA 0111398738 a.n FUTRI RIANTI

28 January 2019

Persiapan Menjadi Seorang Trader Muslim: Siapkan Modal Terbaik



D.      Siapkan Modal Terbaik
Tempat perdagangan saham disebut “Pasar Modal”, disebut demikian karena memang modal menjadi salah satu hal pertama dan utama agar transaksi dapat berjalan. Tanpa modal tidak mungkin trader maupun investor dapat membeli sahamnya.
Sudah disinggung pada sub-bab sebelumnya, bahwa saham merupakan aset berbentuk tanda kepemilikan kita terhadap suatu perusahaan. Tanda kepemilikan ini maksudnya adalah seberapa besar kita menyerahkan modal kepada perusahaan untuk dikelolanya modal kita sesuai dengan bidang usaha perusahaan tersebut.
Seorang trader/investor perlu berupaya untuk mencari modal sebelum bertransaksi di pasar modal. Ada banyak upaya untuk mendapatkan modal bagi seorang trader/investor, namun seorang trader Muslim haruslah jeli dan teliti memilih cara mencari modal agar tidak terjerumus ke dalam hal yang dilarang. Dalam hal muamalat 3 hal pokok yang dilarang adalah maisir (judi), gharar (transaksi tidak jelas), dan riba (penambahan atas sesuatu bukan aset yang dilarang Syariat Islam) (Ash Shawi & Al Mushlih, 2001).
1.       MAISIR
Maisir dalam Bahasa Indonesia disebut pula dengan judi, yaitu mengorbankan suatu modal untuk untung-untungan yang tidak jelas. Berbeda dengan jual/beli, dimana tatkala modal dikeluarkan pasti mendapatkan suatu barang/jasa, kerugian bukan terjadi karena proses transaksinya namun karena proses perhitungan akhirnya dari seluruh modal dikurangi beban yang ada. Maisir lebih menekankan kepada situasi transaksi yang tidak tentu setelah modal dikeluarkan, apakah akan mendapatkan imbalan ataukah modalnya malah hilang tanpa imbalan apapun.
Sebagai contoh kita mengeluarkan modal untuk suatu taruhan bola, kita mengeluarkan modal untuk beradu keuntungan terhadap sesuatu yang belum pasti manakah yang menang antara Manchaster United (MU) melawan Real Madrid.  Andaikan kita bertaruh bahwa MU menang dengan mengeluarkan modal Rp 5 juta maka kita tidak akan mendapatkan transaksi berupa apapun sampai dengan kejelasan bahwa MU menang dan kita mendapatkan keuntungan, sementara bila yang terjadi MU kalah maka uang Rp 5 juta kita hilang begitu saja.
Dalam pasar modal seringkali ada seminar-seminar trading yang membahas tentang pentingnya cut loss atau stop loss. Para trainer biasanya memberikan kritikan kepada para trader yang tidak menerapkan stop loss nya, dikatakan bahwa trader yang seperti itu tidak disiplin. Stop loss adalah jual rugi, yaitu menutup kepemilikan saham kita karena tidak sesuai prediksi.
Dalam aplikasinya didapatkan seorang trader yang membeli suatu saham berjumlah satu lot seharga Rp 200 per lembar. Satu lot sejumlah 100 lembar, sehingga total modal yang perlu dikeluarkan sejumlah Rp 20.000. Dia memprediksi dengan analisis teknikal harga akan naik menjadi Rp 300 per lembar, sehingga diprediksi mendapatkan total keuntungan Rp 10.000, namun ternyata prediksinya meleset, justru harga saham tersebut di pasar jatuh menjadi Rp 100 per lembar secara otomatis apabila dia menjualnya di harga itu akan terkena rugi senilai Rp 10.000 dan modalnya hilang.
Apabila terdapat kasus seorang trader menetapkan target jual Rp 300 per lembar dan mendapatkannya maka dia akan untung, namun apabila dia tidak mendapatkan target jual Rp 300 per lembar (semisal naik hanya 50 poin) dan hanya mampu Rp 250 per lembar dia pun masih mendapatkan untung separuh dari target, namun apabila tidak dijual pun dia tidak rugi dan tetap memiliki aset sahamnya itu tanpa berkurang sedikit pun.
Maisir akan berlaku jika dia menetapkan stop loss, karena ada pihak yang benar-benar dirugikan dalam transaksinya secara langsung terhadap ketidakpastian. Semisal trader menetapkan stop loss Rp 150 per lembar sejumlah satu lot dari modal Rp 200 per lembar dan menetapkan target jual Rp 300 per lembar, maka ada tiga opsi: (1) apabila harga ternyata naik Rp 300 per lembar dia mendapatkan keuntungan dan tidak ada fihak yang dirugikan; (2) apabila harga ternyata turun Rp 180 per lembar, maka dia tidak untung dan juga tidak rugi serta tidak ada fihak yang dirugikan, namun (3) apabila harga terus turun menjadi Rp 140 per lembar, maka dia akan rugi sejumlah Rp 14.000 tanpa kita tahu kapan akan mendapatkan untung dan kapan akan mendapatkan kerugian.
Praktik ini tidak dapat disamakan dengan modal dalam jual beli di pasar riil terhadap aset barang dan jasa (bukan modal) yang tidak terdapat stop loss, apabila mau jual rugi tentu dalam hal ini ulama masih berselisih pendapat karena berupa aset barang sedangkan jasa tidak ada yang bernama jual rugi. Andaikata Si Pedagang tidak laku jualannya hari ini, maka barang masih tetap pada miliknya dan bisa dijual kembali di lain waktu, apabila pedagang itu jual rugi maka ulama masih berselisih pendapat tentang kebolehan dan juga sebabnya.
Pedagang di pasar riil tidak dipaksa mengikuti pergerakan keseimbangan pasar yang dibentuk oleh para penjual dan pembeli, keseimbangan murni karena adanya demand dan supply yang alami sehingga unsur maisir tidak dapat disematkan pada pasar riil karena tentu ada ikhtiar guna membentuk harga keseimbangan sehingga barang tersebut berpindah tangan, namun tidak demikian di pasar modal. Demand dan Supply di pasar modal mengikat semua penjual dan pembeli, kita tidak bisa seenaknya menjual saham kita di pasar melainkan harus mengikuti arus harga pasar yang terbentuk. Ikhtiar terbentuknya harga pasar dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga di sinilah seringkali terjadi antrian jual dan beli yang menyebabkan harga saham pun hanya bisa berupa prediksi. Sehingga ikhtiar kita adalah memprediksi harga saham tanpa bisa membentuk harga saham itu sendiri.
2.       GHARAR
Gharar merupakan sebuah transaksi yang tidak jelas dengan akad yang ganda pula. Gharar dapat menyebabkan kerugian dan ketidakjelasan penyelesaian atas kerugian yang terjadi (Ash Shawi & Al Mushlih, 2001). Dalam kaitannya dengan hal ini, seorang Trader Muslim haruslah berhati-hati dalam memperoleh modal, modal sendiri lebih jelas daripada harus berhutang kepada brokeri ataupun menggadaikan emas untuk mendapatkan modal.
Banyak sekali transaksi yang terjadi di pasar modal, trader menginginkan adanya modal yang cukup dalam membeli sebuah emiten saham maka dia membeli jumlah lot yang lebih dari modal yang disetorkan ke RDN (Rekening Dana Nasabah), secara otomatis hal ini sudah dicatat sebagai hutang kepada broker. Masing-masing broker sudah menetapkan aturan tersendiri kapan trader  yang melakukan hutang kepada borker wajib mengembalikan pinjamannya beserta bunganya. Apabila dalam batas jatuh tempo  broker tidak juga mengembalikan pinjamannya, maka akun trader akan dibanned.
Di dalam Syariat Islam, hutang harus ada akad tersendiri yang jelas dan tidak dapat disatukan dalam sebuah transaksi jual beli modal. Apabila terdapat hutang, maka wajib bagi trader mengisi formulir hutang dan mengajukannya kepada admin broker bahwa memang trader akan berhutung modal sejumlah tertentu. Apabila memang dalam transaksi jual beli dan hutang disatukan, maka ini tidak jelas akadnya dan dapat disebut sebagai gharar, sedangkan bunga tambahan yang harus dibayarkan termasuk ke dalam kategori riba.
3.       RIBA
Dalam Bahasa Arab ar-riba disebut tambahan, namun secara terminologi tidak dapat begitu saja ditafsirkan. Riba secara terminologi adalah tambahan atas pembayaran hutang dan transaksi atas barang-barang ribawi yang tidak diperkenankan oleh syariat Islam. Barang-barang ribawi yang dimaksud oleh syariat ini adalah emas, perak serta seluruh barang yang memang diklaim sebagai alat tukar yang sah di suatu daerah.
Emas dan Perak merupakan sebuah kemutlakan tarhadap dua dzat itu yang dinyatakan syariat sebagai barang ribawi, sedangkan selainnya semisal gandum, kurma, bahkan kertas, logam dan uang giral yang secara resmi diklaim sebagai alat tukar pun secara otomatis menjadi sebuah barang ribawi. Dalam Islam yang berdosa bukan barang ribawinya, namun proses transaksisnya tatkala menyalahi syariat.
Riba dibagi menjadi tiga kategori utama, yaitu: (1) Riba Qardh; (2) Riba Fadhl; dan (3) Riba Naasi’ah (Syafe’i, 2001).
1.             Riba Qardh adalah riba yang terkait dengan hutang piutang, apapun bentuknya hutang piutang tidak diperkenankan adanya tambahan yang diakadkan oleh Si Pemberi Pinjaman. Tambahan pengembalian hutang diperkenankan apabila Si Peminjam dengan sukarela memberikan tambahan tersebut sebagai hibah kepada Si Pemberi Pinjaman, di Indonesia sistem seperti ini disebut sebagai Qardhul Hasan walaupun penerpannya pada perbankan Syariah lebih kompleks.
2.             Riba Fadhl merupakan riba yang dikenakan karena adanya transaksi barang ribawi yang sejenis dan menyalahi syarat serta aturannya. Pertukaran barang ribawi sejenis diperbolehkan dengan satu syarat yaitu nilai transaksinya sama. Semisal Si A menukarkan uang Rp 50.000,00 dengan nominal Rp 10.000,00 kepada Si B, maka Si B harus memberikan Si A Rp 10.000,00 sejumlah lima lembar dan tidak diperkenankan untuk menambahkannya maupun menguranginya sehingga nominalnya sama dengan Rp 50.000,00. Contoh ini dapat diterapkan kepada penukaran emas dengan emas, gandum dengan gandum, beras dengan beras dan apapun yang diklaim sebagai sebuah alat penukaran.
3.             Riba Naasi’ah merupakan riba yang dikenakan karena adanya transaksi barang ribawi yang berbeda jenis dan menyalahi syarat serta ketentuannya. Syarat dan ketentuan barang ribawi berbeda jenis apabila ditukarkan terdiri atas tiga hal, yaitu: (1) barang ribawi yang berbeda semisal uang Rupiah dengan US Dolar, emas dengan perak, gandum dengan beras, dsb; (2) Harus ditransaksikan secara kontan, tidak diperkenankan adanya cicilan atau penundaan pembayaran; (3) harus langsung ditempat dan bertatap muka antar penukar, tidak diperkenankan untuk ditransaksikan dengan tempat yang berbeda karena hal ini juga akan mengakibatkan penundaan transaksi pembayaran. Maka dari itu mayoritas ulama mengharamkan adanya pembelian emas melalui sistem online. Begitu pula dengan Forex yang mayoritas ulama menyarankan kepada setiap Muslim untuk menghindari perdagangannya kecuali memenuhi syarat dan ketentuannya.
Sudah barang tentu seorang Trader Muslim berhati-hati betul dan menghindari tiga hal yang diharamkan tersebut khususnya dalam mendapatkan modal yang digunakan untuk bertransaksi saham. Dengan modal yang baik dan halal diharapkan dapat menambah berkah atas usahanya di pasar modal, dalam sudut pandang Syariat Islam berkah bukan berarti banyak namun sesuai dengan kebutuhan dan dapat menentramkan hati serta fikiran.

Sumber Rujukan
Ash Shawi, S., & Al Mushlih, A. (2001). Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Darul Haq.
Syafe’i, R. (2001). Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.
 
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami

0 komentar:

Post a Comment