D.
Siapkan Modal Terbaik
Tempat
perdagangan saham disebut “Pasar Modal”, disebut demikian karena memang modal
menjadi salah satu hal pertama dan utama agar transaksi dapat berjalan. Tanpa
modal tidak mungkin trader maupun
investor dapat membeli sahamnya.
Sudah
disinggung pada sub-bab sebelumnya, bahwa saham merupakan aset berbentuk tanda
kepemilikan kita terhadap suatu perusahaan. Tanda kepemilikan ini maksudnya
adalah seberapa besar kita menyerahkan modal kepada perusahaan untuk
dikelolanya modal kita sesuai dengan bidang usaha perusahaan tersebut.
Seorang
trader/investor perlu berupaya untuk mencari modal sebelum bertransaksi di
pasar modal. Ada banyak upaya untuk mendapatkan modal bagi seorang
trader/investor, namun seorang trader Muslim haruslah jeli dan teliti memilih
cara mencari modal agar tidak terjerumus ke dalam hal yang dilarang. Dalam hal
muamalat 3 hal pokok yang dilarang adalah maisir
(judi), gharar (transaksi tidak
jelas), dan riba (penambahan atas
sesuatu bukan aset yang dilarang Syariat Islam) (Ash Shawi & Al Mushlih, 2001).
1.
MAISIR
Maisir dalam
Bahasa Indonesia disebut pula dengan judi, yaitu mengorbankan suatu modal untuk
untung-untungan yang tidak jelas. Berbeda dengan jual/beli, dimana tatkala
modal dikeluarkan pasti mendapatkan suatu barang/jasa, kerugian bukan terjadi
karena proses transaksinya namun karena proses perhitungan akhirnya dari
seluruh modal dikurangi beban yang ada. Maisir
lebih menekankan kepada situasi transaksi yang tidak tentu setelah modal
dikeluarkan, apakah akan mendapatkan imbalan ataukah modalnya malah hilang
tanpa imbalan apapun.
Sebagai
contoh kita mengeluarkan modal untuk suatu taruhan bola, kita mengeluarkan modal
untuk beradu keuntungan terhadap sesuatu yang belum pasti manakah yang menang
antara Manchaster United (MU) melawan Real Madrid. Andaikan kita bertaruh bahwa MU menang dengan
mengeluarkan modal Rp 5 juta maka kita tidak akan mendapatkan transaksi berupa
apapun sampai dengan kejelasan bahwa MU menang dan kita mendapatkan keuntungan,
sementara bila yang terjadi MU kalah maka uang Rp 5 juta kita hilang begitu
saja.
Dalam
pasar modal seringkali ada seminar-seminar trading
yang membahas tentang pentingnya cut
loss atau stop loss. Para trainer biasanya memberikan kritikan
kepada para trader yang tidak menerapkan stop
loss nya, dikatakan bahwa trader
yang seperti itu tidak disiplin. Stop
loss adalah jual rugi, yaitu menutup kepemilikan saham kita karena tidak
sesuai prediksi.
Dalam
aplikasinya didapatkan seorang trader yang membeli suatu saham berjumlah satu
lot seharga Rp 200 per lembar. Satu lot sejumlah 100 lembar, sehingga total
modal yang perlu dikeluarkan sejumlah Rp 20.000. Dia memprediksi dengan analisis
teknikal harga akan naik menjadi Rp 300 per lembar, sehingga diprediksi
mendapatkan total keuntungan Rp 10.000, namun ternyata prediksinya meleset,
justru harga saham tersebut di pasar jatuh menjadi Rp 100 per lembar secara
otomatis apabila dia menjualnya di harga itu akan terkena rugi senilai Rp 10.000
dan modalnya hilang.
Apabila
terdapat kasus seorang trader menetapkan target jual Rp 300 per lembar dan
mendapatkannya maka dia akan untung, namun apabila dia tidak mendapatkan target
jual Rp 300 per lembar (semisal naik hanya 50 poin) dan hanya mampu Rp 250 per
lembar dia pun masih mendapatkan untung separuh dari target, namun apabila
tidak dijual pun dia tidak rugi dan tetap memiliki aset sahamnya itu tanpa
berkurang sedikit pun.
Maisir
akan berlaku jika dia menetapkan stop
loss, karena ada pihak yang benar-benar dirugikan dalam transaksinya secara
langsung terhadap ketidakpastian. Semisal trader
menetapkan stop loss Rp 150 per lembar
sejumlah satu lot dari modal Rp 200 per lembar dan menetapkan target jual Rp
300 per lembar, maka ada tiga opsi: (1) apabila harga ternyata naik Rp 300 per
lembar dia mendapatkan keuntungan dan tidak ada fihak yang dirugikan; (2) apabila
harga ternyata turun Rp 180 per lembar, maka dia tidak untung dan juga tidak
rugi serta tidak ada fihak yang dirugikan, namun (3) apabila harga terus turun
menjadi Rp 140 per lembar, maka dia akan rugi sejumlah Rp 14.000 tanpa kita
tahu kapan akan mendapatkan untung dan kapan akan mendapatkan kerugian.
Praktik
ini tidak dapat disamakan dengan modal dalam jual beli di pasar riil terhadap
aset barang dan jasa (bukan modal) yang tidak terdapat stop loss, apabila mau jual rugi tentu dalam hal ini ulama masih
berselisih pendapat karena berupa aset barang sedangkan jasa tidak ada yang
bernama jual rugi. Andaikata Si Pedagang tidak laku jualannya hari ini, maka barang
masih tetap pada miliknya dan bisa dijual kembali di lain waktu, apabila
pedagang itu jual rugi maka ulama masih berselisih pendapat tentang kebolehan
dan juga sebabnya.
Pedagang
di pasar riil tidak dipaksa mengikuti pergerakan keseimbangan pasar yang
dibentuk oleh para penjual dan pembeli, keseimbangan murni karena adanya demand dan supply yang alami sehingga unsur maisir tidak dapat disematkan pada
pasar riil karena tentu ada ikhtiar guna membentuk harga keseimbangan sehingga
barang tersebut berpindah tangan, namun tidak demikian di pasar modal. Demand dan Supply di pasar modal mengikat semua penjual dan pembeli, kita
tidak bisa seenaknya menjual saham kita di pasar melainkan harus mengikuti arus
harga pasar yang terbentuk. Ikhtiar terbentuknya harga pasar dipengaruhi oleh
banyak faktor, sehingga di sinilah seringkali terjadi antrian jual dan beli
yang menyebabkan harga saham pun hanya bisa berupa prediksi. Sehingga ikhtiar
kita adalah memprediksi harga saham tanpa bisa membentuk harga saham itu
sendiri.
2. GHARAR
Gharar
merupakan sebuah transaksi yang tidak jelas dengan akad yang ganda pula. Gharar dapat menyebabkan kerugian dan
ketidakjelasan penyelesaian atas kerugian yang terjadi (Ash Shawi & Al Mushlih, 2001). Dalam
kaitannya dengan hal ini, seorang Trader
Muslim haruslah berhati-hati dalam memperoleh modal, modal sendiri lebih jelas
daripada harus berhutang kepada brokeri ataupun
menggadaikan emas untuk mendapatkan modal.
Banyak
sekali transaksi yang terjadi di pasar modal, trader menginginkan adanya modal yang cukup dalam membeli sebuah
emiten saham maka dia membeli jumlah lot yang lebih dari modal yang disetorkan ke
RDN (Rekening Dana Nasabah), secara otomatis hal ini sudah dicatat sebagai
hutang kepada broker. Masing-masing broker sudah menetapkan aturan tersendiri
kapan trader yang melakukan hutang kepada borker wajib
mengembalikan pinjamannya beserta bunganya. Apabila dalam batas jatuh
tempo broker tidak juga mengembalikan
pinjamannya, maka akun trader akan dibanned.
Di
dalam Syariat Islam, hutang harus ada akad tersendiri yang jelas dan tidak
dapat disatukan dalam sebuah transaksi jual beli modal. Apabila terdapat
hutang, maka wajib bagi trader
mengisi formulir hutang dan mengajukannya kepada admin broker bahwa memang trader akan berhutung modal sejumlah
tertentu. Apabila memang dalam transaksi jual beli dan hutang disatukan, maka
ini tidak jelas akadnya dan dapat disebut sebagai gharar, sedangkan bunga tambahan yang harus dibayarkan termasuk ke
dalam kategori riba.
3.
RIBA
Dalam
Bahasa Arab ar-riba disebut tambahan,
namun secara terminologi tidak dapat begitu saja ditafsirkan. Riba secara
terminologi adalah tambahan atas pembayaran hutang dan transaksi atas
barang-barang ribawi yang tidak diperkenankan oleh syariat Islam. Barang-barang
ribawi yang dimaksud oleh syariat ini adalah emas, perak serta seluruh barang
yang memang diklaim sebagai alat tukar yang sah di suatu daerah.
Emas
dan Perak merupakan sebuah kemutlakan tarhadap dua dzat itu yang dinyatakan
syariat sebagai barang ribawi, sedangkan selainnya semisal gandum, kurma,
bahkan kertas, logam dan uang giral yang secara resmi diklaim sebagai alat
tukar pun secara otomatis menjadi sebuah barang ribawi. Dalam Islam yang
berdosa bukan barang ribawinya, namun proses transaksisnya tatkala menyalahi
syariat.
Riba
dibagi menjadi tiga kategori utama, yaitu: (1) Riba Qardh; (2) Riba Fadhl;
dan (3) Riba Naasi’ah (Syafe’i,
2001).
1.
Riba
Qardh adalah riba yang terkait dengan hutang piutang,
apapun bentuknya hutang piutang tidak diperkenankan adanya tambahan yang
diakadkan oleh Si Pemberi Pinjaman. Tambahan pengembalian hutang diperkenankan
apabila Si Peminjam dengan sukarela memberikan tambahan tersebut sebagai hibah
kepada Si Pemberi Pinjaman, di Indonesia sistem seperti ini disebut sebagai Qardhul Hasan walaupun penerpannya pada
perbankan Syariah lebih kompleks.
2.
Riba
Fadhl merupakan riba yang dikenakan karena adanya
transaksi barang ribawi yang sejenis dan menyalahi syarat serta aturannya. Pertukaran
barang ribawi sejenis diperbolehkan dengan satu syarat yaitu nilai transaksinya
sama. Semisal Si A menukarkan uang Rp 50.000,00 dengan nominal Rp 10.000,00 kepada
Si B, maka Si B harus memberikan Si A Rp 10.000,00 sejumlah lima lembar dan
tidak diperkenankan untuk menambahkannya maupun menguranginya sehingga
nominalnya sama dengan Rp 50.000,00. Contoh ini dapat diterapkan kepada penukaran
emas dengan emas, gandum dengan gandum, beras dengan beras dan apapun yang
diklaim sebagai sebuah alat penukaran.
3.
Riba
Naasi’ah merupakan riba yang dikenakan karena adanya
transaksi barang ribawi yang berbeda jenis dan menyalahi syarat serta
ketentuannya. Syarat dan ketentuan barang ribawi berbeda jenis apabila
ditukarkan terdiri atas tiga hal, yaitu: (1) barang ribawi yang berbeda semisal
uang Rupiah dengan US Dolar, emas dengan perak, gandum dengan beras, dsb; (2) Harus
ditransaksikan secara kontan, tidak diperkenankan adanya cicilan atau penundaan
pembayaran; (3) harus langsung ditempat dan bertatap muka antar penukar, tidak
diperkenankan untuk ditransaksikan dengan tempat yang berbeda karena hal ini
juga akan mengakibatkan penundaan transaksi pembayaran. Maka dari itu mayoritas
ulama mengharamkan adanya pembelian emas melalui sistem online. Begitu pula
dengan Forex yang mayoritas ulama menyarankan kepada setiap Muslim untuk
menghindari perdagangannya kecuali memenuhi syarat dan ketentuannya.
Sudah
barang tentu seorang Trader Muslim berhati-hati betul dan menghindari tiga hal
yang diharamkan tersebut khususnya dalam mendapatkan modal yang digunakan untuk
bertransaksi saham. Dengan modal yang baik dan halal diharapkan dapat menambah
berkah atas usahanya di pasar modal, dalam sudut pandang Syariat Islam berkah
bukan berarti banyak namun sesuai dengan kebutuhan dan dapat menentramkan hati
serta fikiran.
Sumber
Rujukan
Ash
Shawi, S., & Al Mushlih, A. (2001). Fikih Ekonomi Keuangan Islam.
Jakarta: Darul Haq.
Syafe’i,
R. (2001). Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami
0 komentar:
Post a Comment